TEORI
BEHAVIORISTIK
BAB
I
PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah sebuah aset yang penting di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
karena bagaimana pun tidak ada bangsa yang maju tanpa diiringi pendidikan yang
bermutu.Pendidikan yang berkualitas bukan hanya dilihat dari sejauh mana proses
pengajarannya saja, Yusuf&Juntika (2005:5) memaparkan ada tiga bidang
pendidikan yang harus menjadi perhatian, diantaranya : 1). Bidang
administrative dan kepemimpinan, 2). Bidang Intruksional dan kurikuler, 3).
Bidang pembinaan siswa (Bimbingan dan Konseling). Terkait dengan masalah
bimbingan dan konseling, terdapat banyak ragam teori dan pendekatan dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, salah satunya adalah teori
konseling behavioral, yang akan coba kami kupas satu persatu sehingga akan
tampak sedikit kejelasan, dengan harapan kupasan materi yang kami sajikan bermanfaat
bagi kita semua yang bergerak dalam dunia pendidikan.
A. Pengertian
Teori Konseling Behavioral
Konseling
Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini.
Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik,
yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya
pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam
pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang
dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu
menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya (Yusuf&Juntika,2005:9).
Pengertian
konseling tidak dapat dipisahkan dengan bimbingan karena keduanya merupakan
sebuah keterkaitan. Muhamad Surya (1988:25) mengungkapkan bahwa konseling
merupakan bagian inti dari kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih
berkenaan dengan masalah individu secara Pribadi. Juntika (2003:15) mengutip
pengertian konseling dari ASCA (American
School Conselor Assosiation ) sebagai
berikut : Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh
dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien,
konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya
dalam mengatasi maslahmasalahnya. Sedangkan pengertian behavioral/ behaviorisme
adalah satu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi
adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan
mentalitas (JP.Chaplin, 2002:54). Aliran Behaviorisme ini berkembang pada
mulanya di Rusia kemuadian diikuti perkembangannya di Amerika oleh JB. Watson
(1878-1958).
Dari pengertian koneling dan behaviorisme yang
dipaparkan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
konseling behavioral adalah sebuah proses konseling (bantuan) yang diberikan oleh konselor kepada klien dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tingkah laku (behavioral), dalam
hal pemecahan masalah-masalh yang dihadapi serta dalam penentuan arah kehidupan
yang ingin dicapai oleh diri klien.
Menurut Krumboltz& Thoresen (Surya, 1988:187) konseling behavioral adalah suatu
proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional,
dan keputusan tertentu.
B. Sejarah
Konseling Behavioral
Konseling
berkembang pertama kali di Amerika yang dipelopori oleh Jesse B. Davis tahun
1898 yang bekerja sebagai konselor sekolah di Detroit (Surya,1988:39). Banyak
factor yang mempengaruhi perkembangan konseling, salah satunya adalah
perkembangan yang terjadi pada kajian psikologis, Surya (1988:42) mengungkapkan
bahwa kekuatan-kekuatan tertentu dalam lapangan psikologis telah mempengaruhi
perkembangan konseling baik dalam konsep maupun teknik. Aliran-aliran yang
muncul dalam lapangan psikologi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan konseling, diantara aliran-aliran psikologi yang cukup memberikan
pengaruh terhadap perkembangan konseling adalah sebagai berikut ; aliran strukturalisme (Wundt),
Fungsionalisme (James), dan Behaviorisme (Watson). Perkembangan koseling
behavioral bertolak dari perkembanngan aliran behavioristik dalam perkembangan psikologi yang menolak
pendapat aliran strukturalisme
yang berpendapat bahwa mental, pikiran dan perasaan hendaknya ditemukan terlebih dahulu bila
perilaku manusia ingin difahami, maka munculah teori introspeksi.
Aliran
Behaviorisme menolak metode introspeksi dari aliran strukturalisme dengan
sebuah keyakinan bahwa menurut para behaviorist metode introspeksi tidak dapat
menghasilkan data yang objektif, karena kesadaran menurut para behaviorist adalah
sesuatu yang Dubios, yaitu
sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata
(Walgito,2002:53). Bagi aliran Behaviorisme yang menjadi focus perhatian adalah
perilaku yang tampak, karena persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa
mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas. Pada awalnya
behaviorisme lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada saat yang
hampir bersamaan di Amerika behaviorisme muncul dengan salah satu tokoh
utamanya John B. Watson. Di bawah ini beberapa tokoh behaviorisme :
a. Ivan
Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan
Petrovich Pavlov adalah orang Rusia yang sangat dikenal dengan teori pengkondisian
klasik (classical conditioning)
dengan eksperimennya yang menggunakan anjing sebagai obyek penelitian.
Pengkondisian model Pavlov ini menyatakan bahwa rangsangan yang diberikan
secara berulang-ulang serta dipasangkan dengan unsure penguat, akan menyebabkan
suatu reaksi (JP. Chaplin, 2002:103).
Menurut Pavlov
(Walgito,2002:53) aktivitas organisme dapat dibedakan atas :
A.
Aktivitas
yang bersifat reflektif ; yaitu aktivitas organisme yang tidak disadari oleh
organisme yang bersangkutan. organisme membuat respons tanpa disadari sebagai
reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
B.
Aktivitas
yang disadari ; yaitu aktivitas atas dasar kesadaran organisme yang bersangkutan.
Ini merupakan respons atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi terhadap stimulus
yang diterimanya. ini berarti bahwa stimulus yang diterima oleh organisme itu
sampai pada pusat kesadaran, dan barulah terjadi suatu respons. Dengan demikian
maka jalan yang ditempuh oleh stimulus dan respons atas kesadaran yang lebih
panjang apabila dibandingkan dengan stimulus-respons yang tidak disadari
(respons reflektif).
Psikologi yang
digagas oleh Pavlov dikenal dengan psikologi reflek(psychoreflexiologi), karena Pavlov lebih memfokuskan
perhatiannya pada aktivitas yang bersifat reflek.
b. Edward Lee
Thorndike (1874-1949)
Edward
Lee Thorndike (psikolog amerika) lahir di Williamsburg pada tahun 1874
(JP.Chaplin 2002:509. Walgito,2002:55). Karya-karyanya yang paling dikenal adalah
penelitian mengenai animal psychology serta
teori belajar Trial and error
learning. Thorndike (Walgito,2002:55) menitikberatkan perhatiannya pada
aspek fungsional perilaku yaitu ; bahwa proses mental dan perilaku berkaitan
dengan penyesuaian diri organisme terhadap lingkungannya. Karena pendapatnya
tersebut maka Thorndike diklasifikasikan sebagai behaviorist yang fungsional,
berbeda dengan Pavlov yang behaviorist asosiatif.
Dari
hasil eksperimennya Thorndike menetapkan ada tiga macam hokum yang sering disebut
dengan hukum primer dalam hal belajar, tiga hokum tersebut adalah :
1. Hukum
Kesiapsediaan the law of readiness
2. Hukum Latihan
The Law of exercise
3. Hukum efek The Law of effect
The law of readiness, adalah salah satu factor
penting, karena dalam proses belajar yang baik organisme harus mempunyai
kesiapsediaan, karena tanpa adanya kesiapsediaan dari organisme yang
bersangkutan maka hasil belajarnya tidak akan baik. Sedangkan hukum latihan the
law of exercise Thorndike mengemukakan dua aspek yang terkandung di
dalamnya yaitu ;
1). The
law of use,
2). The law of disuse.
The law of use
adalah hukuk yang menyatkan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulusrespons akan
menjadi kuat apabila sering digunakan. The
law of disuse; adalah hukum yang menyatakan bahwa koneksi antara
stimulus-respons akan menjadi lemah apabila tidak latihan. Mengenai hukum efek
Thorndike berpendapatkan bahwa memperkuat ataucmemperlemah hubungan
stimulus-respons, tergantung pada bagaiman hasil dari respons yang bersangkutan
(Walgito,2002:56).
c. Burrhus
Frederic Skinner (1904-1990)
BF.Skinner
dikenal sebagai tokoh dalam bidang pengkondisian operan (operant condisioning). Untuk memahami
konsep ini, kita harus memahami dengan apa yang dimaksud perilaku operan dan perilaku respons (Atkinson
et.al,1996:304, Walgito,2002:57).
Perilaku respons; perilaku respons adalah perilaku alami, perilaku ini
merupakan respons langsung atas stimulus, perilaku ini bersifat reflektif.
Perilaku ini sama halnya dengan istilah aktivitas reflektif dalam kondisioning
klasik dari Pavlov. Perilaku operan; perilaku
ini lebih bersifat spontan, perilaku yang muncul bukan ditimbulkan oleh
stimulus, melainkan ditimbulkan oleh organisme itu sendiri.
Terdapat
dua prinsip umum dalam teori pengkondisian operan yang dipaparkan oleh Skinner,
dua prinsip tersebut adalah ;
1). Setiap respons yang disertai dengan Reward (sebagai reinforcement stimuli)
akan cenderung diulangi, dan
2). Reward
atau reinforcement stimuli akan
meningkatkan kecepatan atau rate terjadinya
respons (Walgito,2002:57). JP.Chaplin (2002:466) memaparkan bahwa hokum dasar
pengkondisian operan adalah; apabila ada satu operan yang diikuti dengan satu
penguatan perangsang, maka kecepatan mereaksi akan bertambah pula. Percepatan
mereaksi tadi secara khas diukur selama satu pelaksanaan sampai terjadinya
pengakhiran. Penguatan perangsang reinforcement
stimuli dapat bersifat positif atau negative.
d. John Broadus
Watson (1878-1958)
Watson
(JP.Chaplin, 2002:536 ) mendefinisikan psikologi sebagi ilmu pengetahuan
tentang tingkah laku. Sasaran behaviorisme adalah mampu meramalkan reaksi dari
satu pengenalan mengenai kondisi perangsang,dan sebaliknya, juga mengenali
reaksi, agar bisa meramalkan kondisi perangsang yang mendahuluinya. Intidari
behaviorisme adalah memprediksi dan mengontrol perilaku.
Karyanya
diawali dengan artikelnya psychology
as the behaviorist views it pada tahun 1913. Di dalam artikelnya
tersebut Watson mengemukakan pandangan behavioristiknya yang membantah
pandangan strukturalisme dan fungsionalisme tentang kesadaran. Menurut Watson (behaviorist view) yang dipelajari
adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran, kaena kesadaran adalah
sesuatu yang dubios. Metode-metode
obyektif Watson lebih banyak menyukai studi mengenai binatang dan anak-anak,
seperti sebuah studi yang ia lakukan dalam pengkondisian rasa takut pada
anak-anak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR
TEORI BEHAVIORISTIK
konsep
dasar konseling adalah membantu, sedangkan konsep dasar dari behaviorisme
adalah prediksi&control atas perilaku manusia yang tampak. Muhamad Surya
(1988:186) memaparkan bahwa dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan
hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu
penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu untuk mengubah
perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
Hal
yang paling mendasar dalam konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep
behaviorisme dalam pelaksanaan konseling, seperti konsep reinforcement , yang nerupakan bentuk
adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan operan dari
Skinner. Menurut Surya (1988:186) menyatakan bahwa ada tiga macam hal yang dapat
memberi penguatan yaitu : 1). Positive
reinforcer, 2).Negative
reinforcer, 3).no consequence and natural stimuli.
B. HAKIKAT
MANUSIA DALAM TEORI BEHAVIORISTIK
Hakikat
manusia dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan mekanistis, manusia
dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan
lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi Muhamad Surya (1988:186)
menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristi sebagai
berikut : ‘ dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau
merespon kepada lingkungan dengan control terbatas, hidup dalam alam
deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia
memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan
yang diterima dalam situasi hidupnya. Dapat kita simpulkan dari anggapan teori
ini bahwa perilaku manusia adalah efek dari lingkungan, pengaruh yang paling
kuat maka itulah yang akan membentuk p diri individu.
- Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/dipengaruhi oleh faktor - faktor dari luar
- Manusia memulai kehidupannya dengan mem-berikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian
- Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya
- Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar :
- Pembiasaan klasik,
- Pembiasaan operan
- Peniruan.
- Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
- Manusia cenderung akan mengambil sti-mulus yang menyenangkan dan menghin-darkan stimulus yang tidak menyenang-kan.
Kepribadian seseorang merupakan cerminan dari
pengalaman, yaitu situasi atau stimulus yang diteri-manya. Memahami kepribadian manusia adalah mempelajari
dan memahami bagai-mana terbentuknya suatu tingkah laku
C. HUBUNGAN
KONSELOR DENGAN KLIEN
Yang
menjadi perhatian utama konselor behavioral adalah perilaku yang tampak, dengan
alasan ini banyak asumsi yang berkembang tentang pola hubungan konselorklien lebih
manupulatif- mekanistik dan sangat tidak Pribadi, namun seperti dituturkan
Rosjidan (1988:243) salah satu aspek yang essensial dalam terapi behavioral
adalah proses penciptaan hubungan Pribadi yang baik.
Untuk
melihat hubungan konselor-klien dalam seting konseling behavioral dapat kita
perhatikan dari proses konseling behavioral. Proses konseling behavioral yaitu sebuah
proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional,
dan keputusan tertentu. Jika kita perhatikan lebih lanjut, pendekatan dalam
konseling behavioral lebih cenderung direktif, karena dalam pelaksanaannya
konselor-lah yang lebih banyak berperan.
Peran Konselor :
a. Menyebutkan
tingkah laku maladaptip
b. Memilih
tujuan-tujuan yang masuk akal
c. Mengarahkan
dan membimbing keluarga untuk merubah tingkah laku yang tak sesuai
Penerapan teori tingkah laku ke dalam konseling
keluarga menekankan 3 hal pokok:
a. Menciptakan
konseling yang positip
b. Mendiagnosis
problem-problem keluarga ke dalam istilah tingkah laku
c.
Mengimplementasikan prinsip-rinsip tingkah laku dari penguat dan model
d. Penggunaan
model dan permainan peranan dalam proses penyembuhan.
e. Adanya
kesepakatan atas hal yang akan diubah antara konselor dan anggota keluargA.
D. METODE –
METODE KONSELING BEHAVIORISTIK
Terdapat
beberapa pendekatan atau metode yang diterapkan dalam koneling behavioral.
Krumboltz (Surya, 1988:188) memberikan empat kategori pendekatan konseling
behavioral :
1). operant learning,
2).social modeling,
3). Cognitive leraning,
4).
emotional learning.
Tidak jauh beda
apa yang dipaparkan Rosjidan (1988:225) sebagai berikut :
1). Analisis
tingkah laku yang diterapkan,
2). Model
stimulus-respons neobehavioristik,
3). Teori
belajar social, dan
4). Modifikasi
tingkahlaku kognitif.
Operant Learning, pendekatan ini merupakan
adaptasi dari dua teori kondisioning dari Pavlov dan Skinner, pendekatan ini
memfokuskan pada penguatan (Reinforcement),
dalam pembentukan perilaku klien yang dikehendaki. Pendekatan belajar social
bertolak dari pendapat Bandura tentang tiga sistem terpisah namun merupakan
system pengatur yang saling berkaitan, tiga aspek tersebut adalah :
Ø peristiwa
stimulus eksternal,
Ø penguat
eksternal, dan yang paling penting adalah proses perantara kognitif. Dalam
pelaksanaanya pendekatan ini diterapkan oleh konselor dengan cara merancang
suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien
Ø Cognitive
learning ; metode ini merupakan metode pengajaran secara verbal, kontak antara
konselor dengan klien dan bermain peran. Pendekatan ini terdirivatas persuasi
dan argumentasi yang diarahkan kepada perubahan-perubahan idevyang tidak
rasional,
Ø Emotional
Learning ; emotional learning diterapkan pada individu yang mengalami
kecemasan. pelaksanaannya dilakukan dalam situasi rileks dengan menghadirkan
rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama suatu rangsangan byang
menyenangkan.
E. KARAKTEISTIK KONSELING BEHAVIORAL
Terapi behavior berbeda
dengan sebagian besar pendekatan lainnya, hal tersebut ditandai dengan beberapa
karakter, antara lain:
l
Berfokus pada tingkah laku yang tampak
l
Cermat dan operasional dalam merumuskan tujuan konseling
l
Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik
l
Penilaian obyektif terhadap tujuan konseling
F. ASUMSI
TINGKAH LAKU BERMASALAH
l
Tingkah laku bermasalah adalah
tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang
tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan
l
Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau
lingkungan yang salah .
l
Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif
dari lingkungannya
l
Tingkah laku maladaptif terjadi karena kesalapahaman dalam menanggapi
lingkungan dengan tepat
l
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga dapat
diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
G. TUJUAN
KONSELING
- Menghapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien
- Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik
- Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
I. DESKRIPSI PROSES KONSELING
Proses konseling adalah proses
belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.
Konselor aktif :
- Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak
- Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
- Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Deskripsi langkah-langkah konseling :
- Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
- Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
(a) Konselor
dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien
(b) Klien
mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling
(c) Konselor
dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
- apakah
merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien;
- apakah
tujuan itu realistic
-
kemungkinan manfaatnya;
-
kemungkinan kerugiannya
- Konselor
dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan
teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan
dicapai, atau melakukan referal.
- Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
- Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
- Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada
penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku
bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru
(sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.
J. PRINSIP KERJA KONSELING BEHAVIORISTIK
- Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
- Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
- Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
- Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
- Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.
H. TEKNIK KONSELING BEHAVIORISTIK
Latihan Asertif
Teknik ini
digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif
lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan
konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif
ini.
Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan
untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
Pengkondisian Aversi
Teknik ini
dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus
yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan
dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya.
Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak
dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
Pembentukan
Tingkah laku Model
Teknik ini
dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat
tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada
klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik,
model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang
hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari
konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
Covert Sensitization
Teknik ini
dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang menyenangkan klien tapi
menyimpang, seperti homosex, alcoholism. Caranya: Belajar rileks dan diminta
membayangkan tingkah laku yang disenangi itu. Kemudian di saat itu diminta
membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya. Misalnya, seorang
peminum, sambil rileks diminta untuk membayangkan minuman keras. Di saat gelas
hamper menyentuh bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin
muntah. Hal ini diminta berulangkali dilakukan, hingga hilang tingkah laku
peminumnya.
Thought Stopping
Teknik ini
dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya klien disuruh menutup
matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang mengganggu
dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata “saya jahat!”. Jika klien
memberi tanda sedang membayangkan yang dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: “saya
jahat!”), terpis segera berteriak dengan nyaring : “berhenti!”. Pikiran yang
tidak karuan itu segera diganti oleh teriakan terapis. Klien diminta berulang
kali melakukan latihan ini, hingga dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran
yang mengganggunya itu.
I.KETERBATASAN
PENDEKATAN
1.Bersifat
dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif, dan mengabaikan hubungan antar pribadi
2. Lebih
terkonsentrasi kepada teknik
3. Pemilihan
tujuan sering ditentukan oleh konselor
4. Konstruksi
belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan
belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang harus diuji
5. Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat
berpindah kepada bentuk tingkah laku yang lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konseling
behavioral merupakan adaptasi dari aliran psikologi behaviorisme yang
memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku yang tampak. Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya
pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam
pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang
dipilihnya sendiri. Dalam pandangan kaum behaviorist (termasuk konselor behavioral)
manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dirubah dan dibentuk, manusia
bersifat mekanistik dan fasif. Banyak pendekatan dalam konseling behavioral,
dari keseluruhan pendekatan yang ada semua menjurus pada pendekatan direktif
dimana konselor lebih berperan aktif dalam penangan masalahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Atkinson, et.al.
1996. Pengantar Psikologi (terj
Dharma, Agus.) Jakarta : Erlangga
Chaplin, JP.
2002. Kamus Lengkap Psikologi (terj.
Kartono, Kartini). Jakarta : Raja Grapindo
Rosjidan. 1988. Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI
Surya, Muhamad.
1988. Dasar-dasar Konseling Pendidikan
(Teori&Konsep). Yogyakarta : Penerbit Kota Kembang.
Yusuf,
Syamsu&Juntika, Nurihsan. Landasan
Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosdakaraya.
Walgito,Bimo.
2002. Pengantar Psikologi. Yogyakarta : Penerbit Andi