REFLEKSI INTEGRITAS PRIBADI KONSELOR
A. Pengertian Refleksi
Sebagian dari kita tidaklah asing
lagi dengan kata refleksi ini. Pada dasarnya Refleksi adalah suatu jenis teknik
konseling yang sangat penting dalam hubungan konseling. Sebab refleksi dapat
menagkap pikiran, perasaan dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya
kepada klien kembali.
Hal tersebut harus dilakukan oleh
seorang konselor sebab klien terkadang tidak menyadari akan pikiran, perasaan
dan pengalaman yang mungkin menguntungkan atau meruigikan diri klien sendiri.
Menurut para Ahli seperti Sofyan S.
Willia. Refleksi merupakan keterampilan konselor memantulkan kembali kepada
klien tentang pikiran, perasaan dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan
terhadap perilaku verbal dan nonverbal.
Menurut Edi Kurnanto, Refleksi
adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang pikiran, perasaan
dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap tingkah laku klien baik verbal
maupun nonverbal.
Refleksi adalah menangkap pikiran,
perasaan dan pengalaman konseli yang kita amati baik dari segi bahasa maupun
bahasa tubuh, kemudian memantulkan (merefleksikan) kembali hasil pengamatan
tersebut kepada konseli.
Refleksi merupakan suatu hal yang
sulit dilakukan karena manyangkut persepsi kita terhadap keadaan klien dari
setiap tutur kata maupun gerakan yang dilakukan konseli. Konselor harus
berusaha mengetahui pembicaraan konseli sekaligus membaca apa yang sejujurnya
sedang dikatakan kepada konselor. Dengan demikian, upaya merefleksi meruapakan
upaya mengambarkan kembali komunikasi konseli secara menyeluruh.
Dengan demikian dapat kami simpulkan
bahwa refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada klien tentang
pikiran, perasaan dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku
verbal maupun non verbalnya dan refleksi dapat tercapai jika dalam konseling
terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada ketegangan, kedekatan, dan
objektivitas. Oleh karena itu konselor mengupayakan agar hal tersebut terjadi
dalam konseling yang dilakukannya.
Dari refleksi memberikan umpan balik
tanpa memberikan penilaian, tanpa peduli apakah yang dikemukan konseli kita ini
baik maupun buruk. Respon yang kita berikan terhadap komunikasi yang tidak
terekspresikan atau gerakan tubuh ini akan membuat konseli mempelajari atau
menemukan hal-hal yang baru yang belum konseli sadari terkait dengan
permasalahan konseli.
Dalam teknik refleksi seorang
konselor dapat mengunakan beberapa materi atau beberapa contoh latihan. Untuk
materi latihan sendiri konselor dapat mengunakan, sebagai berikut :
a. mengamati
bahasa tubuh klien
b. mengamati
perilaku non verbal
c. setelah
itu baru merefleksikan pikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan bahasa
konselor sendiri. Namun tidak harus bersamaan antara pikiran, perasaan dan
pengalaman.
Contoh dari
refleksi :
Konseli : “
Akan ku pukul dia “ maka kita mengatakan
Konselor : “
Rupanya kamu marah sekali ya “
·
“Tampaknya yang anda katakan adalah,,,,,,,”
·
“ Barangkali anda merasa,,,,,,,, “
·
“ Juga barangkali anda merasa,,,,,,,,”
Dengan banyaknya latihan seorang
konselor dapat memberikan refleksi yang baik kepada klien. Dengan demikian
dapat kita ketahui tujuan daru latihan refleksi adalah untuk memberikan
kemampuan dan keterampilan kepada calon konselor agar konselor dapat
merefleksikan pikiran, perasaan dan pengalaman melalui pengamatan perilaku
verbal maupun non verbal.
B. Aspek Refleksi
Terdapat tiga jenis refleksi yaitu :
A. Refleksi
Perasaan
Refleksi perasaan yaitu keterampilan
atau teknik untuk dapat memantulkan. Perasaan klien sebagai hasil pengamatan
terhadap perilaku verbal dan non verbal. Suatu usaha konselor untuk menyatakan
dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang esensial adalah refleksi
perasaan. Ini merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah
hubungan permulaan dibuat dan sebelum pemberian informasi dan tahap
interpretasi dimulai. Untuk itu perasaan positif, negatif dan ambivalen.
Manfaat
refleksi perasaan antara lain sebagai berikut :
a. membantu
individu untuk merasa dipahami secara mendalam
b. klien
merasa bahwa perasaan akan menyebabkan tingkah laku
c.
memusatkan evaluasi pada klien
d.
memperjelas cara berpikir klien
e. menguji
keadaan motif-motif klien
B. Refleksi
Pikiran
Refleksi Pikiran adalah teknik untuk
memantulkan ide pikiran dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan non verbal klien.
Contohnya :
“ Tampaknya
yang anda katakan,,,,,,”
“ Nampaknya
yang akan anda katakan adalah,,,,,,,”
“ Atau
adakah yang anda maksud ,,,,,,,”
C. Refleksi
Pengalaman
Refleksi Pengalaman adalah teknik
untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh :
“ Tampaknya
yang anda katakan suatu,,,,,,,”
“ Barangkali
yang anda utarakan adalah,,,,,,,”
Aspek-aspek
keterampilan refleksi perasaan adalah :
a. mengamati
perilaku klien : Pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan
ekspresi wajah klien.
b. mendengarkan
dengan baik. Penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara
klien dan kata-kata yang diucapkan.
c.
menghayati pesan yang dikomunikasikan klien. Tindakan ini dimaksudkan untuk
memahami dan menangkap pembicaraan klien.
d. mengenali
perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien
e.
menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien
f.
menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien
g. mengecek
kembali perasaan klien
C. Karakteristik Pribadi Konselor
Menurut Cavanagh
(1982) kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai
berikut :
1. Self-
knowledge (Pemahaman diri)
Self- knowledge ini berarti bahwa
konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang ia
lakukan, mengapa ia melakukan hal itu dan masalah apa yang harus diselesaikan.
Pentingnya pemahaman diri bagi
seorang konselor ialah konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang
dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat pula tentang orang lain
atau klien (konselor akan lebih dapat mengenal diri orang lain secara lebih
tepat pula). Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan
terampil juga memahami orang lain. Konselor yang memahami dirinya, maka dia
akan mampu mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain.
Konselor yang memiliki tingkat
self-knowledge yang baik akan menunjukan sifat-sifat berikut :
1. Konselor
menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Sebagai konselor dia memiliki
kebutuhan diri seperti : a. Kebutuhan untuk sukses; b. Kebutuhan merasa penting
dihargai, superior dan kuat.
2. Konselor
menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Seperti rasa marah, takut,
bersalah dan cinta. Ketidaksadaran konselor akan perasaannya dapat berakibat
buruk terhadap proses konseling.
3. Konselor
menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas dalam konseling, dan apa yang
menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam rangka meredupkan kecemasan
tersebut.
4. Konselor
memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan)
dirinya.
2. Kompeten
Kompeten adalah konselor memiliki
kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang
berguna. Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang di
konseling akan belajar dan mengembangkan kempetensi-kompetensi yang diperlukan
untuk mencapai kehidupan yang efektif.
Konselor yang memiliki kompetensi
melahirkan rasa percaya pada diri klien untuk meminta bantuan konseling
terhadap konselor tersebut. Di samping itu juga bahwa kompetensi juga sangat
penting bagi efisiensi waktu pelaksanaan konseling. Konselor yang senantiasa
berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan sifat-sifat atau
kualitas perilaku sebagai berikut.
a. secara
terus menerus meningkatkan pengetahuannya tentang tingkah laku dan konseling
dengan banyak membaca atau menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan
menghadiri acara-acar seminar dan diskusi yang berkaitan dengan profesinya.
b. menemukan
pengalaman-pengalaman hidup baru yang membantunya untuk lebih mempertajam
kompetensi, dan mengembangkan keterampilan konselingnya.
c. mencoba
gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam konseling.
d.
mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan menelaah setiap
pertemuan konseling, agar dapat bekerja lebig produktif.
e. melakukan
kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang telah dilaksanakan untuk
mengembangkan proses konseling.
3. Good
Psychological Health (Kesehatan Psikologi yang baik)
Konselor dituntut untuk memiliki
kesehatan psikologi yang lebih baik dari kliennya. Hal ini penting karena
mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilan. Ketika konselor
memahami kesehatan mental yang dikembangkan melalui konseling, maka konselor
membangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor
tidak mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologi,
maka konselor akan mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang
ditempuhnya.
4. Dapat
dipercaya
Kualitas ini berarti bahwa konselor
itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan klien. Konselor yang
dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku memiliki ,pribadi yang
konsisten, dapat dipercaya oleh orang lain, tidak pernah membuat orang lain
kecewa atau kesal.
Yang dimaksud jujur ini ialah bahwa
konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap
jujur ini penting dalam konseling karena alasan-alasan berikut :
a. sikap
keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan
psikologi yang lebih dekat satu sama
lainnya di dalam proses konseling.
b. kejujuran
memungkinkan konselor memberikan umpan balik secara objektif kepada klien.
6. Kekuatan
Dengan kekuatan pada diri konselor
dapat memberikan rasa aman kepada klien, karena klien memandang koselor sebagai
orang yang tabah dalam menghadapi masalah, mendorong klien untuk mengatasi
masalah pribadi, dapat menanggulangi kebutuhan
dan masalah pribadi.
Konselor yang memiliki kekuatan
cenderung menampilkan kualitas sika[p dan perilaku dapat membuat batasan waktu
yang pantas dalam konseling, bersikap fleksibel, memiliki identitas diri yang
jelas.
7. Bersikap
Hangat
Konselor harus Ramah, penuh perhal,
dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor pada
umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga klien
kehilangan kemampuanya pada lingkungan sekelilingnya. Maka melalui proses
konseling, klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut melalui sharing dengan
konselor.
8. Actives
Responsiveness
Keterlibatan konselor dalam proses
konseling bersifat dinamis, tidak psif melalui respon yang aktif, konselor
dapat mengkomunikasikan perhal dirinya terhadap kebutuhan klien. Konselor
mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat,
memberikan informasi yang berguna, menemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi
dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang tepat, membagi tanggung
jawab dengan klien dalam proses konseling.
9. Patience
(Sabar)
Melalui kesabaran konselor dalam proses
konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap
sabar konselor menunjukan lebih memperhal kan diri klien dari pada hasilnya.
10.
Sensitivity (Kepekaan)
Kualitas ini berarti bahwa konselor
menyadari tentang adanya dinamika psikologi yang tersembunyi atau sifat-sifat
mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun pada diri sendiri. Klien yang
datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari maslah yang
sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya
bermasalah. Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejalanya sementara yang
sebenarnya hanya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya.
Konselor yang sensiitif memiliki
kualitas perilaku sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri, mengetahui kapan,
diaman dan berapa lama mengungkap
masalah klien, mengajukan pertanyaan tentang persepsi klien tetantan masalah
yang dihadapi, sensitif terhadap sifat-sifat mudah tersingung dirinya.
11.
Kesadaran Holistik
Konselor memahami klein secara utuh dan
tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor
sebagai orang yang ahli dalam segala hal, konselor hanya perlu memahami adanya
berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi
pengaruh terhadap dimensi yang lain. Dimensi- dimensi tersebut meliputi fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual,
dan moral-spiritual. Karekater konselor yang memiliki kesadaran holistik ialah
meyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks,
menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan tentang
perlunya rujukan, akrab dan terbuka dengan berbagai teori.
DAFTAR PUSTAKA
Diktat Pengembangan Pribadi
Konselor. Dra. Pastiria Sembiring,
M.Pd. Kons & Dra. Nurmaniah, M.Pd. 2013