Sabtu, 10 Mei 2014

REFLEKSI INTEGRITAS PRIBADI KONSELOR



REFLEKSI INTEGRITAS PRIBADI KONSELOR

A. Pengertian Refleksi
            Sebagian dari kita tidaklah asing lagi dengan kata refleksi ini. Pada dasarnya Refleksi adalah suatu jenis teknik konseling yang sangat penting dalam hubungan konseling. Sebab refleksi dapat menagkap pikiran, perasaan dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kepada klien kembali.
            Hal tersebut harus dilakukan oleh seorang konselor sebab klien terkadang tidak menyadari akan pikiran, perasaan dan pengalaman yang mungkin menguntungkan atau meruigikan diri klien sendiri.
            Menurut para Ahli seperti Sofyan S. Willia. Refleksi merupakan keterampilan konselor memantulkan kembali kepada klien tentang pikiran, perasaan dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbal.
            Menurut Edi Kurnanto, Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang pikiran, perasaan dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap tingkah laku klien baik verbal maupun nonverbal.
            Refleksi adalah menangkap pikiran, perasaan dan pengalaman konseli yang kita amati baik dari segi bahasa maupun bahasa tubuh, kemudian memantulkan (merefleksikan) kembali hasil pengamatan tersebut kepada konseli.
            Refleksi merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena manyangkut persepsi kita terhadap keadaan klien dari setiap tutur kata maupun gerakan yang dilakukan konseli. Konselor harus berusaha mengetahui pembicaraan konseli sekaligus membaca apa yang sejujurnya sedang dikatakan kepada konselor. Dengan demikian, upaya merefleksi meruapakan upaya mengambarkan kembali komunikasi konseli secara menyeluruh.
            Dengan demikian dapat kami simpulkan bahwa refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada klien tentang pikiran, perasaan dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal maupun non verbalnya dan refleksi dapat tercapai jika dalam konseling terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada ketegangan, kedekatan, dan objektivitas. Oleh karena itu konselor mengupayakan agar hal tersebut terjadi dalam konseling yang dilakukannya.
            Dari refleksi memberikan umpan balik tanpa memberikan penilaian, tanpa peduli apakah yang dikemukan konseli kita ini baik maupun buruk. Respon yang kita berikan terhadap komunikasi yang tidak terekspresikan atau gerakan tubuh ini akan membuat konseli mempelajari atau menemukan hal-hal yang baru yang belum konseli sadari terkait dengan permasalahan konseli.
            Dalam teknik refleksi seorang konselor dapat mengunakan beberapa materi atau beberapa contoh latihan. Untuk materi latihan sendiri konselor dapat mengunakan, sebagai berikut :
a. mengamati bahasa tubuh klien
b. mengamati perilaku non verbal
c. setelah itu baru merefleksikan pikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan bahasa konselor sendiri. Namun tidak harus bersamaan antara pikiran, perasaan dan pengalaman.
Contoh dari refleksi :
Konseli : “ Akan ku pukul dia “ maka kita mengatakan
Konselor : “ Rupanya kamu marah sekali ya “
·         “Tampaknya yang anda katakan adalah,,,,,,,”
·         “ Barangkali anda merasa,,,,,,,, “
·         “ Juga barangkali anda merasa,,,,,,,,”
            Dengan banyaknya latihan seorang konselor dapat memberikan refleksi yang baik kepada klien. Dengan demikian dapat kita ketahui tujuan daru latihan refleksi adalah untuk memberikan kemampuan dan keterampilan kepada calon konselor agar konselor dapat merefleksikan pikiran, perasaan dan pengalaman melalui pengamatan perilaku verbal maupun non verbal.

 B. Aspek Refleksi
            Terdapat tiga jenis refleksi yaitu :
A. Refleksi Perasaan
            Refleksi perasaan yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan. Perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal. Suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang esensial adalah refleksi perasaan. Ini merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan dibuat dan sebelum pemberian informasi dan tahap interpretasi dimulai. Untuk itu perasaan positif, negatif dan ambivalen.
Manfaat refleksi perasaan antara lain sebagai berikut :
a. membantu individu untuk merasa dipahami secara mendalam
b. klien merasa bahwa perasaan akan menyebabkan tingkah laku
c. memusatkan evaluasi pada klien
d. memperjelas cara berpikir klien
e. menguji keadaan motif-motif klien
B. Refleksi Pikiran
            Refleksi Pikiran adalah teknik untuk memantulkan ide pikiran dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contohnya :
“ Tampaknya yang anda katakan,,,,,,”
“ Nampaknya yang akan anda katakan adalah,,,,,,,”
“ Atau adakah yang anda maksud ,,,,,,,”
C. Refleksi Pengalaman
            Refleksi Pengalaman adalah teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh :
“ Tampaknya yang anda katakan suatu,,,,,,,”
“ Barangkali yang anda utarakan adalah,,,,,,,”
Aspek-aspek keterampilan refleksi perasaan adalah :
a. mengamati perilaku klien : Pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan ekspresi wajah klien.
b. mendengarkan dengan baik. Penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara klien dan kata-kata yang diucapkan.
c. menghayati pesan yang dikomunikasikan klien. Tindakan ini dimaksudkan untuk memahami dan menangkap pembicaraan klien.
d. mengenali perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien
e. menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien
f. menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien
g. mengecek kembali perasaan klien

C. Karakteristik Pribadi Konselor
            Menurut Cavanagh (1982) kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut :
1. Self- knowledge (Pemahaman diri)
            Self- knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang ia lakukan, mengapa ia melakukan hal itu dan masalah apa yang harus diselesaikan.
            Pentingnya pemahaman diri bagi seorang konselor ialah konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat pula tentang orang lain atau klien (konselor akan lebih dapat mengenal diri orang lain secara lebih tepat pula). Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga memahami orang lain. Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain.
            Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan menunjukan sifat-sifat berikut :
1. Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Sebagai konselor dia memiliki kebutuhan diri seperti : a. Kebutuhan untuk sukses; b. Kebutuhan merasa penting dihargai, superior dan kuat.
2. Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Seperti rasa marah, takut, bersalah dan cinta. Ketidaksadaran konselor akan perasaannya dapat berakibat buruk terhadap proses konseling.
3. Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas dalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam rangka meredupkan kecemasan tersebut.
4. Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan) dirinya.
2. Kompeten
            Kompeten adalah konselor memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna. Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang di konseling akan belajar dan mengembangkan kempetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif.
            Konselor yang memiliki kompetensi melahirkan rasa percaya pada diri klien untuk meminta bantuan konseling terhadap konselor tersebut. Di samping itu juga bahwa kompetensi juga sangat penting bagi efisiensi waktu pelaksanaan konseling. Konselor yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan sifat-sifat atau kualitas perilaku sebagai berikut.
a. secara terus menerus meningkatkan pengetahuannya tentang tingkah laku dan konseling dengan banyak membaca atau menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan menghadiri acara-acar seminar dan diskusi yang berkaitan dengan profesinya.
b. menemukan pengalaman-pengalaman hidup baru yang membantunya untuk lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan keterampilan konselingnya.
c. mencoba gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam konseling.
d. mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan menelaah setiap pertemuan konseling, agar dapat bekerja lebig produktif.
e. melakukan kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan proses konseling.

3. Good Psychological Health (Kesehatan Psikologi yang baik)
            Konselor dituntut untuk memiliki kesehatan psikologi yang lebih baik dari kliennya. Hal ini penting karena mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilan. Ketika konselor memahami kesehatan mental yang dikembangkan melalui konseling, maka konselor membangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor tidak mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologi, maka konselor akan mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.
4. Dapat dipercaya
            Kualitas ini berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan klien. Konselor yang dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku memiliki ,pribadi yang konsisten, dapat dipercaya oleh orang lain, tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal.
            Yang dimaksud jujur ini ialah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling karena alasan-alasan berikut :
a. sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologi  yang lebih dekat satu sama lainnya di dalam proses konseling.
b. kejujuran memungkinkan konselor memberikan umpan balik secara objektif kepada klien.

6. Kekuatan
            Dengan kekuatan pada diri konselor dapat memberikan rasa aman kepada klien, karena klien memandang koselor sebagai orang yang tabah dalam menghadapi masalah, mendorong klien untuk mengatasi masalah pribadi, dapat menanggulangi kebutuhan  dan masalah pribadi.
            Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sika[p dan perilaku dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling, bersikap fleksibel, memiliki identitas diri yang jelas.
7. Bersikap Hangat
            Konselor harus Ramah, penuh perhal, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga klien kehilangan kemampuanya pada lingkungan sekelilingnya. Maka melalui proses konseling, klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut melalui sharing dengan konselor.
8. Actives Responsiveness
            Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak psif melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhal dirinya terhadap kebutuhan klien. Konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, menemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang tepat, membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
9. Patience (Sabar)
            Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih memperhal kan diri klien dari pada hasilnya.
10. Sensitivity (Kepekaan)
            Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologi yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun pada diri sendiri. Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari maslah yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah. Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejalanya sementara yang sebenarnya hanya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya.
            Konselor yang sensiitif memiliki kualitas perilaku sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri, mengetahui kapan, diaman dan berapa  lama mengungkap masalah klien, mengajukan pertanyaan tentang persepsi klien tetantan masalah yang dihadapi, sensitif terhadap sifat-sifat mudah tersingung dirinya.
11. Kesadaran Holistik
            Konselor memahami klein secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai orang yang ahli dalam segala hal, konselor hanya perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien dan  memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lain. Dimensi- dimensi tersebut meliputi  fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral-spiritual. Karekater konselor yang memiliki kesadaran holistik ialah meyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks, menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan tentang perlunya rujukan, akrab dan terbuka dengan berbagai teori.





DAFTAR PUSTAKA

Diktat Pengembangan Pribadi Konselor.   Dra. Pastiria Sembiring, M.Pd. Kons & Dra. Nurmaniah, M.Pd. 2013
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar